INSTROPEKSI ? (Sebuah Wacana Perenungan Diri Di Sekiar kita) Setelah kita banyak berpikir tentang dunia adil dan keadilan yang ada di sekitar kita, yang pada bulan lalu telah bahas secara sederhana. Tentunya akan sedikit banyak akan mampu menguak pola berpikir kita dan sikap ini untuk lebih antisipatif dalam berlaku adil. Apalagi manusia sebagai sosok kholifah fi al ardl . Maka pada tulisan dan ajakan berupa dakwah bil kutub ini, sebenarnya kita diajak untuk memiliki sikap peka dan peduli terhadap lingkungan. Artinya ada fenomena apa saja yang ada di sekitar kita ini. Karena selama ini pada tahun yang lalu telah banyak menghadapi berbagai peristiwa alam. Bahkan pada saat kita menginjak pada tahun baru masehi 2007 juga banyak diwarnai peristiwa alam dan berbagai peristiwa yang kaitanya ada hubungan dengan kejahilan dari tangan-tangan manusia. Hal ini dikuak sebagai upaya instropeksi diri dengan tidak semena-mena dan serta merta menyalahkan orang lain, baik sebagi sosok institusi maupun individuy. Semua kejadian ini terjadi begitu deras meluncur dan mendera kesombongan manusia. Bahkan mungkin juga banyak melupakan saudara-saudaranya yang mengalami kesulitan ekonomi tetapi mereka yang mampu dan kaya masih enak-enakan duduk dan tidur dikursi empuk. Selain itu mereka banyak melupakan Rabnya Allah ‘Azaa wajalla yang seharusnya ditaati dan yang paling berhak untuk disembah. Tetapi yang terjadi justeru sebaliknya, mereka kaum borjuisme ini banyak berbuat sesuatu dengan sedikit-sedikit meligitimasi diri dengan agama. Hal ini mengesankan bahwa agama sekedar topeng dan lipstik semata. Tapi bukan untuk meluruskan akhlak dan keluhuran pekerti. Sikap ini terjadi tidak semua melanda kaum borjuis, memang ada yang shaleh baik amal maupun pekertinya. Ironinya kaum proletar juga ikut-ikutan latah untuk berlagak sok dan sombong (dalam bahasa jawanya kemelinthi). Sungguh ini merupakan salah satu dari carut marutnya kehidupan manusia di akhir zaman ini. Tentunya manusia harus mampu membuka diri dengan bersikap inklusif dan bukan eksklusif. Bukankah Islam mengajarkan sikap inklusif. Manusia harus mampu membuka wacana pola berpikirnya secara positif di dalam melihat dan mencermati setiap gejolak hidup di sekitarnya. Sungguh naïf rasanya apabila manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk yang fitrah ini tidak mampu membaca segala peristiwa ini dengan mata hati kebenaran yang hakiki dengan jalan instropeksi. Kita ambil contoh tentang peristiwa para jamaah haji yang ada di tanah suci Makkah Al Mukarromahyang mengalami kelaparan. Di sana telah terjadi pemboikotan yang kebetulan melanda jamaah haji Indonesia yang jumlahnya ribuan. Bahkan kabarnya dari salah satu anggota keluarga jamaah haji mengatakan bahwa mereka untuk memenuhi kebutuhan perut tadi terpaksa mereka melakukan tindakan “mengemis” kepada jamaah yang berasal dari negara lain. Sebab mau membeli saja sudah sulit begitu rupa di dalam memenuhi kebutuhan perut. Sungguh ini merupakan peristiwa langka dan memerlukan pemikiran yang jernih dan positif. Dengan suatu tujuan agar kita tidak timbul su’udhon dengan berprasangka buruk kepada pihak lain. Biarlah perkara ini diurus oleh pihak yang berwenang dan mempunyai kompenten dalam menangani masalah ini. Ternyata Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono marah mengapa peristiwa ini terjadi begitu saja, sehingga membuat kalang kabut Menag RI untuk segera datang ke Arab Saudi dengan maksud menyelidiki dan menuntaskan masalah ini. Tetapi dalam tulisan ini, pembaca diajak untuk mengkritisi secara parsial dari yang diurus pemerintah. Artinya kita mencoba untuk instropeksi diri dengan sikap muhasabah bi nafsi dengan mengambil mafhum mukholafahnya. Bahwa para jamaah haji Indonesia mungkin lupa dengan disadari ataupun tidak bahwa seharusnya mereka, jamaah haji ini sebelum berangkat ke tanah suci seharusnya tengok kanan dan kiri. Apakah masih ada tetangga dan saudara kita yang mungkin kelaparan belum makan. Apakah pernah mereka berpikir seribu satu kali untuk kesejahteraan kita. Apakah pernah berpikir tentang anak dan keluarga kaum dlu’fa yang setiap hari mengais rezeki dipinggi jalan, dikolong-kolong jembatan dan di sampah-sampah yang penuh dengan barang menjijikkan. Apakah pernah berpikir bagaimana nasib pendidikan mereka yang sebenarnya mereka adalah sebagai salah satu aset negara yang tentunya mempunyai masa depan cerah demi kemakmuran negeri tercinta ini. Coba kita gali masalah ini secara mendalam. Coba kita tanyakan kepada rumput yang bergoyang. Benarkah alam mulai bosan, benarkah alam sudah tidak suka bersahabat dengan kita. Mungkin Tuhan kita, Allah ‘azza wa jalla memberikan peringatan dini buat kita fikirkan secara komprehensif. Bahwa ternyata dikanan dan kiri kita masih terbentang luas dan banyak sekali yang yang mengalami kelaparan dan makan makanan yang sudah tidak layak di era modern ini. Dengan fasilitasnya yang serba canggih dan paham akan gizi dan kebutuhan hidupnya. Tolong tausiyyah ini jangan dipandang negatif dan sebelah mata. Tetapi renungkan dengan sikap dewasa dan rasa memiliki satu dengan yang lain. Agar nantinya muncul sikap asah, asih, dan asuh. Kita asah kesalehan ini, baik shaleh ibadah maupun shaleh sosial kita, yang nantinya akan bermuara pada buah ilmu yang bermanfaat. Dengan suatu pengertian, bahwa kita beribadah itu tidak hanya hubungan vertikal saja tetapi juga hubungan horizontal. Sehingga kelaparan dan kehausan yang dialami para jamaah haji ini merupakan peringatan Allah ‘azza wa jalla. Mungkin kalau dipaparkan, itulah rasanya lapar, itulah rasanya haus sehari, dua hari dan seterusnya. Pernahkah kita memikirkan saudara kita di sana yang kelaparan. Artinya sebelum kita berangkat haji cobalah kita melirik ke kanan dan ke kiri. Coba renungkan! Mungkin kita masih ingat cerita sufistik, yang sangat positif kita renungkan nilainya, bahwa dulu ada sebuah keluarga kaya akan berangat haji, yang kebetulan isterinya hamil muda. Dan saat itu ngidam baunya daging ayam dibakar sedap dan gurih rasanya. Setelah diselidiki oleh sang suami ternyata aroma tadi berasal dari sebuah gubuk peot yang dihuni oleh seorang janda bersama anak-anaknya yang masih kecil. Ketika ditanya dan mau meminta sedikit daging ayam,janda tadi hanya bisa menangis dan menceritakan bahwa daging ayam ini sebenarnya bangkai dari ayam yang mati dan diambil dari tempat sampah. Kontan saja orang yang kaya dan shale tadi langsung mengajak janda dan anak-anaknya tadi kerumahnya dan diceritakan kepada isterinya. Akhirnya suami isteri yang kaya tadi bertaubat dan beristighfar kepada Allah ‘azza wa jalla dan mereka tidak jadi berangkat ke tanah suci lebih dahulu tetapi dengan ringan tangan morang kaya yang dermawan tadi menolong keluarga janda yang miskin tadi. Karena merasa malu dan belum bisa memenuhi panggilan Allah SWT ke tanah suci, mereka orang kaya tadi menutup rumah mereka selama 40 puluh hari. Ternyata Allah SWT memberikan keajaiban bahwa menurut orang-orang yang haji ke tanah suci tadi bahwa orang kaya tadi bertemu mereka di sana. Subhanallah, Allahuakbar. Dari sekelumit cerita semoga kita mampu mengambil ibrah secara positif . Sebelumnya perlu saya sampaikan sebuah hadits Nabi SAW: Al Imanu ‘uryanunwalibasuttaqwa wazinatuhul haya’ watsamrotuhu ilmi artinya kurang lebih begini : Bahwa iman itu masih telanjang. Pakaiannya adalah ketaqwaan, hiasannya adalah rasa malu serta buahnya adalah berupa ilmu. Bagaimana dengan kita, coba kita telanjangi diri kita dengan instropeksi diri?
Selamat Datang
Assalamu'alaikum Wr. Wb.,
Selamat datang di blog resmi SMP Hasyim Asy'ari Sumbersuko - Lumajang.
Terima kasih telah berkunjung ke blog kami, dan kami harap blog ini dapat bermanfaat bagi Anda.
Saran dan Kritik membangun, kami tunggu di smphasyimasyari@yahoo.co.id.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat datang di blog resmi SMP Hasyim Asy'ari Sumbersuko - Lumajang.
Terima kasih telah berkunjung ke blog kami, dan kami harap blog ini dapat bermanfaat bagi Anda.
Saran dan Kritik membangun, kami tunggu di smphasyimasyari@yahoo.co.id.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
05 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar